Memang tidak ada yang salah dengan
pepatah latin “Fiat justisia ruat coelum”
(meski langit runtuh, keadilan harus
ditegakkan). Namun ketika pepatah itu digunakan Bambang Wijajanto (BW) dan
Abraham Samad (AS) untuk menetapkan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka
disaat beliau ditetapkan sebagai calon tunggal Kapolri yang diusulkan Presiden
Jokowi “Soekarnoputri”, maka bisa berubah menjadi malapetaka bagi KPK dan
Polri. Betapa tidak, BG adalah “perwira mahkota” yang dipersiapkan Kanjeng Ratu
untuk menduduki singgasana di institusi Polri. Oleh karena itu, penetapan BG
tersebut bukan saja telah mempermalukan Kanjeng Ratu, namun juga tantangan
untuk adu kekuatan.
Mungkin BW dan AS lupa atau
pura-pura pilon (bodoh) atau memang tidak mengerti apa itu “realitas politik”
sehingga secara sadar atau tidak sadar telah menyeret institusi KPK dan Polri
dalam jurang kehancuran. Betapa tidak, tindakan BW dan AS yang menetapkan BG
sebagai TSK dengan tuduhan gratifikasi sama saja dengan “menampar pipi” Ketua
Umum PDIP, pimpinan partai yang berkuasa saat ini. Mungkin gesekan antara
KPK-Polri tidak akan terjadi jika penetapan TSK BG tersebut dilakukan semasa
pemerintahan SBY atau jauh-jauh hari sebelum penetapannya sebagai calon tunggal
Kapolri. Apakah BW dan AS tidak mengerti bahwa penetapan BG sebagai calon
tunggal Kapolri tersebut merupakan “balas jasa” Kanjeng Ratu karena BG banyak
membantu partai banteng merah tersebut sejak pemilu 2004, 2009 hingga 2014 ?
Atau BW dan AS kena “jebakan Batman” lawan politik PDIP lewat Jenderal Sutarman
yang sakit hati karena “dipaksa” pensiun dini sebelum masa dinasnya berakhir
Oktober 2015 nanti ?
Karena merasa dipermalukan BW dan
AS, maka Kanjeng Ratu marah luar binasa sehingga mengangkat Irjen Budi Waseso (besan
BG) sebagai Kabareskrim untuk melakukan aksi “balas dendam” dengan menangkap dan
memborgol BW ditengah jalan. Selain itu, Kanjeng Ratu juga memerintahkan Plt.
Sekjen PDIP Hasto Kristanto untuk membongkar kelakuan AS yang beberapa kali bertandang
menemui elit PDIP untuk memohon disandingkan dengan Jokowi sebagai cawapres.
Nasi sudah kadung menjadi bubur ayam, banteng marah besar dan tanduknya
menyeruduk siapa saja yang dianggapnya telah mempermalukannya dan terakhir
tanduknya menancap di Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. Adnan dilaporkan ke
Bareskrim Polri atas tuduhan “perampokan” saham PT. Desy Timber di Kaltim pada
tahun 2006. Setelah Adnan Pandu Praja, mungkin akan menyusul beberapa orang
lagi yang dianggapnya terlibat dengan penggagalan BG sebagai Kapolri dan mereka
yang berkoar “sok bersih” padahal banyak dosa dimasa lalu.
Jika BW dan APP nantinya
ditetapkan sebagai TSK dan AS diberhentikan sebagai ketua KPK karena melanggar
kode etik pimpinan KPK, maka otomatis KPK hanya dipimpin oleh satu ketua, yakni
Zulkarnaen. Namun apakah KPK masih bisa tetap berjalan ? jelas bisa, namun
tidak berjalan efektif, karena Zulkarnaen kurang berani dan tidak mau mengambil
keputusan yang sarat resiko politik. Dengan adanya kekosongan pimpinan KPK,
maka pemerintah dan DPR akan mempercepat pemilihan pimpinan KPK yang baru. Dan
bersamaan dengan itu, pemerintah (partai yang berkuasa) dan DPR melakukan
pembahasan Revisi UU No. 30/2002 tentang KPK untuk mempreteli kewenangan dan “super body” –nya.
No comments:
Post a Comment