Penetapan calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai
tersangka oleh KPK telah menuai pro dan kontra, baik ditingkat elit politik
maupun masyarakat. Keberanian KPK menetapkan BG sebagai TSK paska
dikeluarkannya surat usulan calon tunggal Kapolri ke DPR selain patut
diapresiasi, juga perlu dipertanyakan. Mengapa penetapan status TSK tersebut
baru dilakukan KPK setelah diusulkan Presiden Jokowi ke DPR, mengapa tidak
dilakukan sebelum itu ? Apakah KPK tidak menyadari bahwa BG yg masuk “daftar
merah” tersebut akan dicalonkan sebagai Kapolri ? Rasanya tidak mungkin KPK
tidak menyadari itu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa BG memiliki kedekatan
politik dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. BG banyak membantu partai
kepala banteng tersebut pada pemilu 2004, 2009 hingga 2014 dan imbal baliknya
adalah jabatan-jabatan strategis di institusi Polri.
Meskipun KPK telah menetapkan status TSK kepada BG, namun
DPR RI tetap melakukan fit and proper
test terhadap calon tunggal Kapolri tersebut, bahkan diluar dugaan secara
aklamasi Komisi III DPR menyetujui calon Kapolri usulan Presiden Jokowi
tersebut. Hal ini mengindikasikan “perlawanan” DPR terhadap keputusan KPK
tersebut. DPR berkilah bahwa mereka hanya menyetujui calon Kapolri usulan
Presiden Jokowi tersebut, namun Presiden Jokowi juga mengelak dan mengatakan
bahwa calon Kapolri tersebut merupakan usulan Kompolnas. Saling lempar
tanggungjawab terus berlanjut, Presiden Jokowi menunggu keputusan hasil sidang
paripurna DPR yang digelar hari ini. Jika melihat “perlawanan” sebagian besar
fraksi di DPR terhadap KPK, maka diprediksikan Komjen BG akan lolos sebagai
Kapolri, apalagi adanya perintah Ketua Umum PDIP dan Partai Nasdem untuk
“menjaga” pencalonan BG sebagai kapolri.
KMP di DPR yang awalnya diprediksi akan menolak pencalonan
tersebut, diluar dugaan justru mendukung penuh pencalonan BG tersebut. Seolah
terjadi “Koalisi ” antara KMP dan KIH di DPR untuk menentang keputusan KPK,
mereka berpendapat bahwa selama belum ada keputusan hukum pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, yang bersangkutan harus tetap dianggap sebagai tidak
bersalah, sedangkan proses fit and proper
test dan persetujuan paripurna DPR merupakan mekanisme hukum terpisah yang
harus dijalankan. Kalau melihat sikap Ketua Umum PDIP dan keputusan DPR, tampaknya
BG akan tetap dilantik sebagai Kapolri ditengah penetapan status TSK oleh KPK.
Jika itu terjadi, akankah kasus “Cecak vs Buaya” akan kembali terulang ? Mari
berandai-andai.....
Jika Komjen Budi Gunawan dilantik menjadi Kapolri
menggantikan Jenderal Pol. Sutarman, maka langkah pertama yang dilakukan BG
adalah segera mengganti beberapa pimpinan Polri yang memegang jabatan
strategis. Selanjutnya beliau akan melakukan konsolidasi internal untuk
menyamakan persepsi bahwa ada pihak-pihak yang ingin merusak citra institusi
Polri, dengan harapan akan mendapat dukungan kuat dari internal Polri. Selain
mendapat dukungan internal Polri, BG juga akan mencari dukungan eksternal,
terutama dukungan politik dari KMP untuk melawan KPK, baik melalui revisi UU
No. 30/2002 maupun mempengaruhi proses peradilan. Setelah mendapat dukungan
politik terutama dari PD, selanjutnya BG akan mengangkat kembali kasus
pembocoran SPINDIK KPK sebagai bentuk kejahatan terhadap kerahasiaan negara
yang melibatkan 4 (empat) pimpinan KPK waktu itu. Sementara itu, DPR juga
melakukan pembahasan untuk merevisi UU No. 30/2002 tentang Pemberantasan TPK
yang dianggapnya telah memberikan kewenangan sangat besar kepada KPK sehingga
menjadi lembaga superbody.
Dan singkat cerita, pada akhirnya BG dinyatakan tidak
bersalah oleh pengadilan TPK, sementara pimpinan KPK yang dituduh terlibat
pembocoran SPRINDIK ditahan Polri dan persidangan DPR menghasilkan keputusan
merevisi UU No. 30/2002 dengan memangkas kewenangan “superbody” KPK sehingga menjadi lembaga anti korupsi yang mandul. Selanjutnya, koalisi kelompok-kelompok
masyarakat anti-korupsi akan menggelar aksi massa untuk menolak revisi UU No.
30/2002 dan mengajukan judicial review ke
Mahkamah Konstitusi (MK). Massa anti-korupsi juga juga meminta Presiden Jokowi
untuk mengganti Kapolri Jenderal Budi Gunawan dan membebaskan pimpinan KPK yang
ditahan. Meskipun pada akhirnya ke-empat pimpinan KPK yang ditahan tersebut
dibebaskan, namun bisa jadi pimpinan KPK sudah berganti dan UU No. 30/2002
sudah direvisi. Jokowi tetap akan dianggap berjasa membebaskan pimpinan KPK
yang ditahan, namun tidak mampu mengganti Kapolri terpilih, karena itu amanah
Kanjeng Ratu..... Wallohualam bishawwab.
No comments:
Post a Comment