Thursday, January 15, 2015

CICAK VS BUAYA JILID 2, SIAPA MENANG ?



Penetapan calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka oleh KPK telah menuai pro dan kontra, baik ditingkat elit politik maupun masyarakat. Keberanian KPK menetapkan BG sebagai TSK paska dikeluarkannya surat usulan calon tunggal Kapolri ke DPR selain patut diapresiasi, juga perlu dipertanyakan. Mengapa penetapan status TSK tersebut baru dilakukan KPK setelah diusulkan Presiden Jokowi ke DPR, mengapa tidak dilakukan sebelum itu ? Apakah KPK tidak menyadari bahwa BG yg masuk “daftar merah” tersebut akan dicalonkan sebagai Kapolri ? Rasanya tidak mungkin KPK tidak menyadari itu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa BG memiliki kedekatan politik dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. BG banyak membantu partai kepala banteng tersebut pada pemilu 2004, 2009 hingga 2014 dan imbal baliknya adalah jabatan-jabatan strategis di institusi Polri.

Meskipun KPK telah menetapkan status TSK kepada BG, namun DPR RI tetap melakukan fit and proper test terhadap calon tunggal Kapolri tersebut, bahkan diluar dugaan secara aklamasi Komisi III DPR menyetujui calon Kapolri usulan Presiden Jokowi tersebut. Hal ini mengindikasikan “perlawanan” DPR terhadap keputusan KPK tersebut. DPR berkilah bahwa mereka hanya menyetujui calon Kapolri usulan Presiden Jokowi tersebut, namun Presiden Jokowi juga mengelak dan mengatakan bahwa calon Kapolri tersebut merupakan usulan Kompolnas. Saling lempar tanggungjawab terus berlanjut, Presiden Jokowi menunggu keputusan hasil sidang paripurna DPR yang digelar hari ini. Jika melihat “perlawanan” sebagian besar fraksi di DPR terhadap KPK, maka diprediksikan Komjen BG akan lolos sebagai Kapolri, apalagi adanya perintah Ketua Umum PDIP dan Partai Nasdem untuk “menjaga” pencalonan BG sebagai kapolri.

KMP di DPR yang awalnya diprediksi akan menolak pencalonan tersebut, diluar dugaan justru mendukung penuh pencalonan BG tersebut. Seolah terjadi “Koalisi ” antara KMP dan KIH di DPR untuk menentang keputusan KPK, mereka berpendapat bahwa selama belum ada keputusan hukum pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang bersangkutan harus tetap dianggap sebagai tidak bersalah, sedangkan proses fit and proper test dan persetujuan paripurna DPR merupakan mekanisme hukum terpisah yang harus dijalankan. Kalau melihat sikap Ketua Umum PDIP dan keputusan DPR, tampaknya BG akan tetap dilantik sebagai Kapolri ditengah penetapan status TSK oleh KPK. Jika itu terjadi, akankah kasus “Cecak vs Buaya” akan kembali terulang ? Mari berandai-andai.....

Jika Komjen Budi Gunawan dilantik menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Pol. Sutarman, maka langkah pertama yang dilakukan BG adalah segera mengganti beberapa pimpinan Polri yang memegang jabatan strategis. Selanjutnya beliau akan melakukan konsolidasi internal untuk menyamakan persepsi bahwa ada pihak-pihak yang ingin merusak citra institusi Polri, dengan harapan akan mendapat dukungan kuat dari internal Polri. Selain mendapat dukungan internal Polri, BG juga akan mencari dukungan eksternal, terutama dukungan politik dari KMP untuk melawan KPK, baik melalui revisi UU No. 30/2002 maupun mempengaruhi proses peradilan. Setelah mendapat dukungan politik terutama dari PD, selanjutnya BG akan mengangkat kembali kasus pembocoran SPINDIK KPK sebagai bentuk kejahatan terhadap kerahasiaan negara yang melibatkan 4 (empat) pimpinan KPK waktu itu. Sementara itu, DPR juga melakukan pembahasan untuk merevisi UU No. 30/2002 tentang Pemberantasan TPK yang dianggapnya telah memberikan kewenangan sangat besar kepada KPK sehingga menjadi lembaga superbody.

Dan singkat cerita, pada akhirnya BG dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan TPK, sementara pimpinan KPK yang dituduh terlibat pembocoran SPRINDIK ditahan Polri dan persidangan DPR menghasilkan keputusan merevisi UU No. 30/2002 dengan memangkas kewenangan “superbody” KPK sehingga menjadi lembaga anti korupsi yang mandul.  Selanjutnya, koalisi kelompok-kelompok masyarakat anti-korupsi akan menggelar aksi massa untuk menolak revisi UU No. 30/2002 dan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Massa anti-korupsi juga juga meminta Presiden Jokowi untuk mengganti Kapolri Jenderal Budi Gunawan dan membebaskan pimpinan KPK yang ditahan. Meskipun pada akhirnya ke-empat pimpinan KPK yang ditahan tersebut dibebaskan, namun bisa jadi pimpinan KPK sudah berganti dan UU No. 30/2002 sudah direvisi. Jokowi tetap akan dianggap berjasa membebaskan pimpinan KPK yang ditahan, namun tidak mampu mengganti Kapolri terpilih, karena itu amanah Kanjeng Ratu..... Wallohualam bishawwab.

No comments:

Post a Comment