Tensi konflik hukum antara KPK – Polri paska penangkapan
Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto (BW) oleh Bareskrim Polri semakin meningkat.
BW dikenakan pasal pidana karena ikut memberikan kesaksian palsu di persidangan
MK dalam sengketa pilkada Kabupaten Waringin Barat. Beberapa kalangan menilai,
penangkapan BW tersebut terkait erat dengan penetapan status tersangka terhadap
calon Kapolri Komjen Budi Gunawan (BG). Puluhan elemen masyarakat berkumpul di
gedung KPK paska penangkapan BW untuk memberikan dukungan moril, termasuk
beberapa tokoh atau mantan pejabat lembaga negara/ pemerintahan yang ingin
dianggap sebagai figur yg anti korupsi. Berkembangnya isu penggeledahan gedung
KPK oleh Bareskrim Polri terkait penangkapan BW tersebut, menimbulkan gelombang
pengerahan massa untuk menjaga gedung KPK, bahkan massa membuat pagar betis
untuk mencegah penggeledahan oleh Bareskrim Polri. Situasi tersebut digunakan
Ketua KPK Abraham Samad untuk menghubungi Panglima TNI Jenderal Moeldoko untuk
meminta bantuan pasukan TNI menjaga gedung KPK dari penggeledahan Bareskrim
Polri. Gayung bersambut, Panglima TNI mengirimkan ratusan anggota Kopassus untuk
menjaga gedung KPK. Panglima TNI berkilah bahwa pengerahan prajurit Kopassus
tersebut untuk menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi agar tidak terjadi
gesekan dilapangan antara KPK dan Polri.
Tindakan Abraham Samad yang meminta bantuan TNI dianggap
anggota Kompolnas Adrianus Meliala sebagai orang yang tidak mengerti hukum.
Samad tidak mengerti atau pura-pura bodoh, apa itu tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) TNI. Dalam UU No. 34/2004 tentang TNI disebutkan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara
berfungsi sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman
bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa. Dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara. Pasal ini jelas bahwa pengerahan prajurit TNI untuk
mengatasi ancaman bersenjata dari luar (invasi asing) dan dari dalam
(pemberontakan) dan harus melalui keputusan politik negara, artinya keputusan
tersebut harus melalui mekanisme paripurna DPR RI. Apakah ancaman kedatangan
penyidik Bareskrim Polri dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan
negara ? Tampaknya Samad benar-benar tidak mengerti hukum.
Setali tiga uang
dengan Abraham Samad adalah Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Jenderal TNI yang
terkenal karena Jam KW –nya itu juga tidak paham aturan bahwa pengerahan
prajurit TNI hanya untuk menghadapi ancaman terhadap kedaulatan negara dan harus
melalui keputusan politik atau persetujuan DPR RI. Jenderal tersebut juga tidak
paham bahwa TNI harus bekerjasama dengan Polri dalam kegiatan pertahanan dan
keamanan. Dalam TAP MPR RI No. VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri
dinyatakan :
·
Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara
yang berperan dalam pertahanan negara.Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan. (Pasal 1)
·
Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan
pertahanan dan kegiatan keamanan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu. (Pasal 2)
Panglima TNI mungkin lupa atau pura-pura lupa kalau saat ini
era reformasi dan demokrasi, dimana fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara
dan fungsi Polri memelihara keamanan. Mungkin Panglima TNI rindu era Orde Baru dimana
TNI masih terlibat dalam urusan politik dengan dwi fungsinya. Kelakuan Abraham
Samad yang meminta bantuan pasukan TNI dan kelakuan Jenderal Moeldoko yang
mengerahkan prajurit TNI, bukan saja memperkeruh suasana, namun juga mengundang
TNI untuk masuk lagi dalam arena politik yang dulu pernah kita tolak.
Pengerahan prajurit Kopassus ke KPK bukan menyelesaikan masalah, namun malah menimbulkan
masalah baru. Pengerahan prajurit TNI tersebut juga dapat menimbulkan permusuhan
dan perpecahan antar prajurit TNI dan Polri diberbagai wilayah kesatuan. Tampaknya,
Samad dan Jenderal Moeldoko ingin membenturkan TNI dengan Polri yang
jelas-jelas melanggar TAP MPR dan UU TNI. Entah apa motivasi Jenderal Moeldoko
mau disuruh Samad untuk mengerahkan prajurit Kopassus ke KPK. Apakah Jenderal
Moeldoko berharap agar mendapat atensi dari Presiden Jokowi supaya tidak
bernasib sama dengan Jenderal Sutarman. Atau berharap KPK tidak “mengobok-obok”
korupsi ditubuh TNI, termasuk melacak rekening-rekening maha gendut
Jenderal-Jenderal TNI yang disinyalir tidak kalah gendut dengan rekening
jenderal-jenderal Polri. Atau Jenderal Moeldoko mau membonceng isu konflik
hukum KPK-Polri untuk membangun pencitraan bahwa TNI pro rakyat untuk menghapus
dosa-dosa masa lalu yang banyak dilakukan jenderal-jenderal TNI semasa Orde
Baru ? Wallohualam Bishawwab.....